LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA ORGANIK
Diajukan Untuk
Melengkapi Salah Satu Persyaratan Penyelesaian
Mata Kuliah
Praktikum Kimia Organik
Disusun Oleh:
Yully Supartiwi
NIM. 090621010
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH CIREBON
Jl. Fathahillah No. 40 Watu Belah Sumber
2011 – 2012
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur
penulis panjatkan kepada Allah SWT
Tuhan Rob segala alam sehingga
dengan Rahmat-Nya serta kalimat-Nya yang suci yaitu BISMILAH merupakan bentuk
penyadaran atas diri seorang manusia yang tenggelam dalam dunia fana ini, penulis
dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Kimia Analisa Kualitatif, Kation dan
Anion tepat pada waktunya. Shalawat dan salam tak lupa penulis sanjungkan
kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga serta sahabatnya yang telah membimbing
umatnya kejalan yang benar diatas keridhaan Allah SWT.
Adapun
tujuan dari penulisan laporan ini adalah sebagai syarat untuk menyelesaikan
Praktikum Kimia Analisa dan agar dapat mengikuti praktikum-praktikum
selanjutnya yang harus ditempuh di program studi kimia. Selain itu Laporan
Praktikum Kimia Analisa ini adalah sebagai bukti hasil dari percobaan-percobaan
yang dilakukan saat praktikum, dan untuk melengkapi tugas dari Praktikum Kimia
Analisa Kualitatif.
Penulisan
laporan ini didasarkan pada hasil percobaan yang dilakukan selama praktikum
serta literatur-literatur yang ada baik dari buku maupun sumber lainnya.
Dengan ini,
praktikan juga menyampaikan terima kasih kepada :
1.
Orang tua yang
telah memberikan dukungan baik materil maupun spiritual.
2. Dosen
mata kuliah Praktikum Kimia Organik Bapak Muh.Yani Zamzam S.si., M.Farm.,Apt
dan Dewi Nurdiyanti, M.Pd
3.
Laboran yang
telah membantu praktikan dalam pelaksanaan praktikum.
4.
Rekan-rekan mahasiswa
kimia, sesama praktikan
Semoga segala bantuan dan amal baik yang telah
diberikan akan di balas oleh Allah SWT, dengan pahala yang berlipat
ganda.Laporan ini merupakan tulisan yang dibuat berdasarkan percobaan yang
telah dilakukan. Tentu ada kelemahan dalam teknik pelaksanaan maupun dalam tata
penulisan laporan ini. Maka saran – saran dari
pembaca dibutuhkan dalam tujuan menemukan refleksi untuk peningkatan mutu dari
laporan serupa di masa mendatang. Akhir kata, selamat membaca dan terima kasih.
Cirebon,
25
Januari 2012 Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kromatografi
didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi
diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah
satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan
didalamnya zat – zat itu menunjukan perbedaan mobilitas disebabkan adanya
perbedaan dalam adsorbsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau
kerapatan muatan ion. Dengan demikian masing – masing zat dapat
diidentifikasikan atau ditetapkan dengan metode analitik.
Jenis
– jenis kromatografi yang bermanfaat dalam analisis kualitatif dan
kuantitatifyang digunakan dalam penetapan kadar adalah kromatografi kolom,
kromatografi gas, kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis umumnya
lebuh bermanfaat untuk tujuan identifikasi, karena mudah dan sederhana.
B.
RUMUSAN MASALAH
Apakah ada senyawa kimia yang terkandung dalam sampel
yang akan diujikan, seperti Ekstrak sambiloto, ekstrak cabe, dan serbuk jamu.
Jika ada senyawa kimia apa sajakah yang terkandung didalamnya.
C.
TUJUAN
Mengetahui apakah ada senyawa kimia yang terdapat dalam
sampel, melalui tahap identifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis.
BAB II
PENDAHULUAN
A.
MAKSUD DAN TUJUAN
Mengetahui ada tidaknya bahan kimia yang
terkandung dalam sampel yang sudah disediakan (dalam ekstrak sambiloto, ekstrak
cabe dan jamu).
B.
TEORI DASAR
Kromatografi didefinisikan sebagai
prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis
dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya
bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan didalamnya zat – zat
itu menunjukan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam adsorbsi,
partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion.
Dengan demikian masing – masing zat dapat diidentifikasikan atau ditetapkan
dengan metode analitik.
Teknik kromatografi umum membutuhkan
zat terlarut terdistribusi diantara dua fase, satu diantaranya diam (fase
diam), yang lainnya bergerak (fase gerak). Fase gerak membawa zat terlarut
melalui media, hinggga terpisah dengan zat terlarut lainnya, yang tereluasi
lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut dibawa melewati media pemisah
oleh aliran suatu pelarut terbentuk cairan atau gas yang disebut eluen. Fase
diam dapat bertindak sebagai zat penjerap, seperti halnya penjerap alumina yang
diaktifkan, silika gel dan resin penukar ion, atau dapat bertindak melarutkan
zat pelarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak. Dalam
proses terakhir ini suatu lapisan cair pada suatu penyangga yang inert berfungsi
sebagai fase diam. Partisi merupakan pemisah yang utama dalam kromatografi gas
– cair, kromatografi kertas, dan bentuk kromatografi kolom yang disebut
kromatografi cair – cair. Dalam praktek, sering kali pemisahan disebabkan oleh
suatu kombinasi efek adsorbsi dan partisi.
Jenis – jenis kromatografi yang
bermanfaat dalam analisis kualitatif dan kuantitatifyang digunakan dalam
penetapan kadar adalah kromatografi kolom, kromatografi gas, kromatografi
kertas dan kromatografi lapis tipis umumnya lebuh bermanfaat untuk tujuan
identifikasi, karena mudah dan sederhana. Kromatografi kolom memberikan pilihan
fase diam yang lebih luasdan berguna untuk pemisahan masing – masing senyawa
secara kuantitatif dari suatu campuran. Kromatografi gas dan kromatografi cair
kinerja tinggi kedua – duanya membutuhkan peralatan yang lebih rumit dan
umumnya merupakan metode dengan resolusi tinggi yang dapat mengidentifikasi
serta menetapkan secara kuantitatif bahan dalam jumlah yang sangat kecil.
1. Kromatografi Lapis Tipis
Pada
kromatografi lapis tipis, zat penjerap merupakan lapisan tipis serbuk halus
yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik atau logam secara merata, umumnya
digunakan lempeng kaca. Lempeng yang dilapisi dapat dianggap sebagai kolom
kromatografi terbuka dan pemisahan yang tercapai dapat didasarkan pada
adsorbsi, partisi atau kombinasi kedua efek, tergantung dari jenis zat
penyangga, cara pembuatan, dan jenis pelarut yang digunakan. Kromatografi lapis
tipis dengan lapis tipis penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan senyawa
polar. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan bercak dengan harga Rf
yang identik dan ukuran yang
hampir sama, dengan menotolkan zat uji dan baku pembanding pada lempeng yang
sama. Pembandingan visual ukuran bercak dapat digunakan untuk memperkirakan
kadar secara semi kuantitatif. Pengukuran kuantitatif dimungkinkan, bila
digunakan densitrometi, fluoresensi atau pemadaman fluoresensi, atau bercak
dapat dikerok dari lempeng, kemudian diekstraksi dengan pelarut yang sesuai dan
diukur secara spektrofotometri. Pada kromatografi lapis tipis dua dimensi,
lempeng yang telah dieluasi diputar 90o dan dieluasi lagi, umumnya
menggunakan bejana lain yang dijenuhkan menggunakan sistem pelarut yang
berbeda.
a. Fase Diam (Lapisan Penjerap)
Fase diam
polar pada umumnya yang digunakan adalah silica gel, alumunium, oksida,
kieselgur, selulosa dan turunannya, poliamida dan lain – lain. Fase diam non polar,
misalnya adalah MCL – Gel, CHP20P, C – 18, dan RP – 18.
b. Fase gerak (Pelarut Pengembang)
Fase gerak
adalah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Yang
digunakan hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan, sistem
pelarut multi komponen ini harus berupa suatu campuran sederhana mungkin yang
terdiri atas maksimum 3 komponem. Pada kromatografi serap, pelarut pengembang
dapat dikelompokan kedalam deret elutropik berdasarkan efek elusinya. Makin
naik efek elusinya, makin naik kepolaran pelarut.
c. Bejana Kromatografi
Bejana harus
dapat menampung pelat 200 x 200 mmdan harus tertutup rapat. Untuk menjenuhkan
bejana dapat digunakan secarik kertas saring bersih yang ditaruh pada dinding
sebelah dalam bejana berbentuk U dan dibasahi dengan pelarut pengembang.
Tingkat kejenuhan mempunyai pengaruh nyata pada pemisahan dan letak bercak pada
kromatogram.
d. Pengembangan
Pengembangan
merupakan proses pemisahan campuran cuplikan akibat pelarut pengembang merambat
naik dalam lapisan. Jarak pengembang normal adalah jarak antara garis awal dan
garis akhir.
e. Deteksi
Deteksi paling
sederhana adalah jika senyawa menunjukan penyerapan didaerah UV gelombang
pendek (rardiasi utama pada kira – kira 254 mm) atau jika senyawa itu dapat
dieksitasi ke fluoresensi radiasi gelombang UV pendek dan atau gelombang
panjang (365 mm). Jika dengan kedua cara itu senyawa tidak dapat dideteksi
harus dicoba dengan pereaksi kimia, pertama tanpa dipanaskan, kemudian bila
perlu dengan pemanasan. Deteksi secara biologi dapat dilakukan untuk senyawa
yang mempunyai aktivitas fisiologi tertentu. Misalnya dengan menuangkan
suspensi darah – gelatin untuk mendeteksi senyawa yang menghomolisis darah
(turunan saponin).
2. Kromatografi Kolom
Kromatografi
kolom merupakan metode pemisahan campuran dimana campuran yang akan dipisahkan
diletakan dalam bentuk pita pada bagian atas kolom penjerap yang berada dalam
tabung kaca, tabung logam atau bahkan tabung plastik. Dan fase gerak dibiarkan
mengalir melalui kolom karena alirannya disebabkan oleh gaya berat atau
didorong dengan tekanan.
a. Kromatografi kolom adsorpsi
Zat penjerap (misalnya alumunium oksida yang telah diaktifkan, silika
gel, tanah diatome terkalsinasi, atau tanah silika yang dimurnikan untuk
kromatografi) dalam keadaan kering atau dalam campuran dengan air, dimampatkan
kedalam tabung kromatografi kaca atau kuarsa. Zat uji yang dilarutkan dalam
sejumlah kecil pelarut, dituangkan kedalam kolom yang dibiarkan mengalir
kedalam zat penjerap. Zat berkhasiat diadsorpsi dari larutan secara kuantitatif
oleh bahan penjerap berupa pita sempit pada permukaan atas kolom. Dengan
penambahan pelarut lebih lanjut melalui kolom, oleh gaya gravitasi atau dengna
memberikan tekanan, masing – masing zat bergerak turun dalam kolom dengan
kecepatan tertentu, sehingga terjadi pemisahan dan diperoleh kromotogram. Laju
gerakan zat dipengaruhhi oleh sejumlah variabel, misalnya daya adsorpsi zat
penjerap, ukuran, partikel dan luas permukaan, sifat dan polaritas pelarut,
tekanan yang digunakan dan suhu sistem kromatografi.
b. Kromatografi kolom partisi
Pada
kromatografi partisi, zat yang harus dipisahkan terbagi antara 2 cairan yang
tidak saling bercampur. Salah satu cairan yaitu, fase diam, umumnya di
adsorbsikan pada penyangga padat, karena itu mempunyai area permukaan yang
sangat luas terhadap pelarut yang mengalir atau fase gerak. Kontak cairan
dengan cairan secara berturutan yang berulang kali terjadi, menghasilkan
efisiensi pemisahan yang tak dapat dicapai dengan cara ekstrasi cair – cair
biasa.
Penyangga
padat umumnya bersifat polar, dan fase diam yang teradsorpsi bersifat lebih
polar dari pada fase gerak. Penyangga padat yang banyak digunakan adalah tanah
silika untuk kromatografi, seperti Celite 545 yang dicuci engan asam, dengan
ukuran partikel yang sesuai sehingga fase gerak dapat mengalir dengan baik.
Pada kromatografi partikel fase balik, fase diam yang teradsorpsi bersifat
kurang polar daripada fase gerak dan zat penjerap padat dibuat nonpolar dengan
perlakuan yang sesuai menggunakan pereaksi silanisasi, seperti
diklorodimetilsilana, sehingga dihasilkan tanah silika yang tersilanisasi untuk
kromatografi.
Contoh yang
akan dikromatografi umumnya dimasukan kedalam sistem kromatografi menggunakan
salah satu dari dua cara berikut : (a) laruta uji dalam sejumlah kecil fase
gerak dimasukan kedalam kolom, atau (b) larutan uji dalam sejumlah kecil fase
diam dicampur dengan penyangga padat dan dimasukan kedalam kolom sebagai
lapisan diatas campuran fase diam dan zat penjerap.
Eluasi
dilakukan dengan pelarut yang mengalir seperti disebutkan sebelumnya. Umumnya
sebelum digunakan, fase gerak dijenuhkan dahulu dengan fase diam.
3. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kemajuan dalam
teknologi kolom ,sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sensitif telah
menyebabkan perubahan kromatografi kolom cair menjadi suatu sistem pemisahan
dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Metode ini dikenal sebagai
kromatografi cair kinerja tinggi.
Tiga bentuk
kromatografi cair kinerja tinggi yang paling banyak digunakan adalah penukar
ion, partisi dalam adsorpsi. Kromatografi penukar ion terutama digunakan untuk pemisah
zat – zat larut dalam air yang ionik atau yang dapat terionisasi dengan bobot
molekul kurang dari 1500. Fase diam pada kromatografi penukar ion umumnya resin
organik sintetik dengan gugus aktif yang berbeda – beda. Pada resin penukar
kation terdapat gugus aktif yang bermuatan negatif dan resin ini digunakan
untuk pemisahan zat – zat bersifat basa, misalnya amina. Sebaliknya pada resin
penukar anion terdapat gugus aktif bermuatan positif, yang akan menarik zat – zat dengan gugus
fosfat, sulfonat atau karboksilat yang bermuatan negatif. Senyawa larut air
yang ionik atau yang dapat terionisasi akan mengalami tatrikan oleh resin, dan
perbedaan dalam afinitas akan menyebabkan terjadinya pemisahan kromatografi. pH
fase gerak, suhu, jenis ion, konsantrasi ionik, dan senyawa organik tertentu
yang berfungsi untuk memodifikasi dapat mempengaruhi tertariknya zat pelarut,
dan variabel – variabel tersebut dapat diatur agar diperoleh derajat pemisahan
yang diinginkan.
Pada kromatografi
partisi digunakan fase gerak dan fase diam dengan polaritas yang berbeda. Jika
fase gerak dan fase diam dengan polaritas yang berbeda, jika fase gerak
bersifat polar dan fase diam non polar, dikenal sebagai kromatografi fase
balik, maka senyawa non polar yang larut dalam hidrokarbon, dengan bobot
molekul kurang dari 1000, seperti vitamin larut lemak dan antrakinon, dapat
dipisahkan berdasarkan atas afinitasnya terhadap fase diam, modifikasi pelarut
fase gerak yang polar dengan pelarut yang kurang polar menyebabkan berkurangnya
afinitas serta retensi senyawa pada
kolom. Jika fase gerak bersifat nonpolar dan fase diam polar, maka zat
yang bersifat polar, seperti golonngna alkohol dan amina dapat dikromatografi.
Fase gerak yang nonpolar dapat dimodifikasi dengan suatu pelarut yang lebih
polar untuk mengurangi retensi dan mengubah pemisahan.
Alat pada dasarnya alat kromatografi cair terdiri dari sistem pompa,
tempat penyuntikan analit, kolom kromatografi, detektor, penguat sinyal, dan
perekam. Sistem pompa tekanan tinggi mengalirkan pelarut fase gerak dari bejana
pelarut kekolom melalui pipa tekanan tinggi. Dua cara digunakan untuk memasukan
analit kedalam kolom, yakni injeksi kedalam arus yang mengalir dari injeksi
waktu “aliran berhenti”.
Kolom yang
digunakan untuk pemisahan analitik umumnya mempunyai diameter dalam yang kecil
(2 mm hingga 4 mm), kolom yang berdiameter lebih besar digunakan untuk
keperluan preparatif. Kolom dapat dipanaskan agar dihasilkan pemisahan yang
lebih efisien, akan tetapi suhu diatas 60o jarang digunakan, oleh karena
mungkin terjadi penguraian fase diam atau penguapan fase gerak pada suhu yang
lebih tinggi tersebut. Umunya kolom dipertahankan pada suhu kamar.
Detektor yang biasa dipakai mencakup fotometer ultraviolet,
refraktometer diferensial dan fluorometer.
4. Ilustrasi Proses Pemisahan Dalam Kromatografi
C.
ALAT DAN BAHAN
Ø
Alat
1. Pinset 6.
Kaca
2. Erlemeyer 7.
Tangas Air
3. Gelas ukur 8.
Bejana
3. Cawan penguap 9.
Sinar UV
4. Pipa kapiler
5. Kertas saring
Ø
Bahan
1.
Ekstak cabe 6. Metanol
2.
Ekstrak sambiloto 7. Asam asetat
3.
Jamu 8. Etil asetat
4.
Aquadest 9. Aseton
5.
Kloroform 10. Heksana
D.
FUNGSI ZAT
1. Ekstak cabe
Fungsi : Bahan yang ingin diuji (sampel)
2. Ekstrak sambiloto
Fungsi : Bahan yang ingin diuji (sampel)
3. Jamu
Fungsi : Bahan yang ingin diuji (sampel)
4. Aquadest
Fungsi : Untuk melarutkan zat
5. Kloroform
Fungsi : Untuk campuran pembuatan ekstrak jamu agar
memperoleh baik senyawa polar maupun nonpolar yang terkandung dalam sampel
6. Metanol
Fungsi : Untuk mencuci ampas dalam pembuatan ekstrak sampel dan untuk campuran
pembuatan ekstak jamu
7. Asam asetat
Fungsi : Untuk campuran pembuatan ekstrak cabe dan sambiloto
8. Etil asetat
Fungsi : Untuk campuran dalam pembuatan ekstrak jamu
9. Aseton
Fungsi : Untuk campuran dalam pembuatan ekstrak sambiloto
10. Heksana
Fungsi : Untuk campuran dalam pembuatan ekstrak jamu
E.
CARA KERJA
Ø
Siapkan pelat KLT silika gel GF254
ukuran 10 X 3 cm.
Ø
Tandai pada bagian ujung kanan
dengan pensil pada jarak 1 cm dari tepi bawah. Tandai juga pada jarak 0,5 cm
dari tepi atas, sehingga jarak rambat fase gerak +/- 8,5 cm.
Ø
Siapkan fase gerak denngan
komposisi seperti pada tabel 1 (sesuai dengan kelompoknya), masukan kedalam
larutan labu erlenmeyer. Tutup labu, kocok kuat hingga homogen.
Ø
Jenuhkan bejana dengan kertas
saring, menggunakan fase gerak.
Ø
Totolkan sampel 3 kali menggunakan
pipa kapiler. Diameter totolan tidak lebih dari 3 mm, biarkan kering diudara
baru lakukan penotolan berikutnya (jarak penotolan seperti pada gambar)
Ø
Lakukan pengembangan, hingga
mencapai batas. Angkat pelat KLT dan biarkan mengering diudara.
Ø
Deteksi dengan sinar UV, foto
kromatogram, dan tandai bercak yang muncul dengan pensil.
Ø
Hitung Rf dan Hrf
Ø
Buat kesimpulan
Rf =
hRf = 100 x Rf
Cara Kerja Analisis Ekstrak
sambiloto
1.
Pembuatan sampel (ektrak sambiloto)
Ø
Menimbang ±
300 mg serbuk sambiloto.
Ø
Memasukkan
serbuk sambiloto tersebut ke dalam cawan penguap campur dengan 5 ml metanol.
Ø
Mengocok
larutan tersebut, kemudian dipanaskan diatas tangas air selama ± 2 menit dan
dinginkan.
Ø
Menyaring
hasil larutan dengan menggunakan kertas saring, kemudian cuci ampas dengan
metanol, hingga diperoleh 5 ml filtrat.
Ø
Memasukkannya
kedalam suatu wadah sampel.
2.
Pembuatan fase gerak
Ø
Menyiapkan
fase gerak dengan komposisi 25 gram etil
asetat; 17,5 ml aseton; 5 ml asam asetat; aquadest 2,5 ml (perbandingan
50:35:10:5).
Ø
Masukkan semua
bahan kedalam larutan Erlenmeyer sampai
50 ml.
Ø
Menutup labu,
mengocok kuat hingga homogen.
3.
Pembuatan fasa diam
Ø Menyiapkan pelat KLT silika gel GF254 ukuran 10 x 3 cm (fasa diam).
Ø Menandai bagian ujung kanan dengan pensil dengan jarak 1 cm dari tepi
bawah.
Ø Menandai juga dengan jarak 0,5 cm dari tepi atas, sehingga jarak rambat
fase gerak ± 8,5 cm.
4.
Pengembangan sampel (analisis sampel)
Ø
Menjenuhkan bejana dengan kertas
saring, menggunakan fase gerak yaitu dengan memasukkan fasa gerak kedalam
bejana kemudian menutup bejana menggunakan kaca yang telah diberi vaselin (agar
menempel rapat pada mulut bejana sehingga tidak adanya keluar masuknya udara).
Ø
Menotolkan sempel menggunakan pipa
kapiler (diameter totolan tidak lebih dari 3 mm) dalam fasa diam (pelat KLT
silica gel).
Ø
Mengeringkan hasil totolan diudara
kemudian lakukan penotolan berikutnya (sampai 3X).
Ø
Melakukan pengembangan, yaitu
dengan memasukkan fasa diam yang telah ditotolkan sampel kedalam bejana
menggunakan pinset hingga mencapai batas.
Ø
Mengangkat pelat KTL dengan
menggunakan pinset dan biarkan mengering di udara.
Ø
Mendeteksi dengan sinar UV, kemudian
kromatogram difoto
Ø
Menandai bercak yang muncul dengan
pensil
Ø
Menghitung Rf dan hrf.
Tabel 1
Komposisi Fase Gerak Tiap Kelompok
Kelompok
|
Sampel
|
Komposisi fase gerak
|
Total volume
|
I dan III
|
Ekstrak sambiloto
|
Etil asetat – aseton – asam asetat – air
(50 : 35 : 10 : 5)
|
50 ml
|
II dan IV
|
Jamu
|
Kloroform – metanol – asam asetat
(95 + 1 + 5)
|
50,5 ml
|
V
|
Ekstrak Cabe
|
Heksana – etil asetat – air
(25 : 75 : 1)
|
50,5 ml
|
F.
HASIL PERCOBAAN
1.
Analisis Ekstrak Sambiloto
Rf =
|
|
|
|
S
|
1 cm
Dik : y = 8,5 cm
X1 = 3,5 cm
X2
= 7,4 cm
·
Rf 1
Rf =
hRf = Rf x 100
= 0,4117 x 100 = 41,17
·
Rf II
Rf =
=
= 0,8706
hRf = Rf x 100
= 0,8706 x 100 = 87,06
G.
DISKUSI
Praktikum ini bertujuan mengidentifikasi
bahan kimia dalam serbuk sambiloto. Hasil elusi menunjukkan bahwa ada dua bercak yang
dimiliki oleh ekstrak sambiloto, dengan Rf 0,4117 dan 0,8706. Dengan hasil
tersebut praktikan mengambil kesimpulan bahwa ekstrak sambiloto tidak mengandung senyawa
kimia. Pada hasil kromatografi ekstrak sambiloto didapat bercak berwarna hijau dengan
Rf 0,4117 dan 0,8706. Perhitungan nilai Rf
didasarkan atas rumus :
Rf =
Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1,0 beberapa
pustaka menyatakan, nilai Rf yang baik yang menunjukkan pemisahan yang cukup
baik adalah berkisar antara 0,2 - 0,8.
H.
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil percobaan yang telah
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Sambiloto tidak mengandung senyawa kimia.
2. Pada hasil kromatografi untuk ekstrak sambiloto didapat bercak berwarna
hijau.
3. Perhitungan Rf yang diperoleh dario hasil percobaan kromatografi untuk
ekstrak sambiloto adalah Rf 0,4117 dan 0,8706.
LAMPIRAN
A.
DOKUMENTASI
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Kromatografi Lapis Tipis.
http://www.chem-is-try/
instrumen_analisis/kromatografi_lapis_tipis/
Choli. 2011. Laporan Praktikum KLT.
Meronda, Rahma. 2010. Kromatografi Lapis Tipis. http://www.meronda.com.
maaf klo gak ada gambar, masih belajar ngepost.. :)
BalasHapuscitasinya dong :)
BalasHapus